Foto Biro Humas Kemenkeu RI
Jakarta,Jambiekspose.net-- Selasa 12 Juli 2021 dikutip rilis Kemenkeu RI, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia menghadiri forum pertemuan para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 di bawah Presidensi Italia (the Third G20 Finance Ministers and Central Bank Governors’ Meeting/ FMCBG) secara virtual pada Jumat hingga Sabtu, 9 s.d. 10 Juli 2021. Rangkaian FMCBG ketiga ini dipimpin oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Italia, dan dihadiri oleh para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral anggota G20, Bank Dunia, sejumlah Lembaga Internasional dan Bank Pembangunan Multilateral, serta sejumlah negara undangan (invitees).
Pertemuan dua hari ini membahas enam agenda, yaitu kondisi perekonomian dan kesehatan global, kebijakan untuk pemulihan, perpajakan internasional, keuangan berkelanjutan, arsitektur keuangan internasional, dan isu-isu regulasi sektor keuangan.
Outlook perekonomian global telah menunjukkan perbaikan, namun divergen atau tidak merata antar negara maupun antar sektor dalam negara. Outlook tersebut masih dibayangi oleh downside risk (risiko ke bawah), dipengaruhi oleh kecepatan vaksinasi maupun penyebaran varian baru virus Covid-19, termasuk varian delta yang sangat cepat menyebar.
Negara anggota G20 menegaskan kembali untuk mencegah premature withdrawal (menghentikan terlalu awal) atas dukungan kebijakan yang dilakukan dalam rangka penanganan pandemi serta mengarahkan segala upaya untuk menjaga pemulihan perekonomian. Di negara-negara G20, secara umum kebijakan moneter masih akomodatif dan kebijakan fiskal masih ekspansif.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Indonesia berada dalam jalur pemulihan ekonomi. Dukungan kebijakan fiskal, moneter dan sektor keuangan, serta reformasi struktural adalah kunci kebijakan untuk memulihkan kembali Indonesia dengan lebih baik dan kuat.
G20 menegaskan kembali pentingnya kerja sama internasional dalam penanganan pandemi serta pemulihan ekonomi. Kerja sama internasional di bidang kesehatan, perdagangan, dan pembiayaan sangat dibutuhkan.
Di bidang kesehatan, G20 berkomitmen untuk dapat mengontrol pandemi ini secepat mungkin melalui penguatan peran imunisasi Covid-19 sebagai global public good. G20 memprioritaskan upaya untuk memperluas akses global terhadap vaksin serta terapeutik dan diagnostik Covid-19, terutama bagi negara berkembang.
Untuk memperkuat ketahanan global terhadap pandemi di masa depan, High Level Independent Panel (HLIP) on Financing Global Commons for Pandemic Preparedness and Response menyampaikan rekomendasi pembentukan Global Health Threats Fund untuk mobilisasi pembiayaan internasional serta pembentukan Global Health Threats Board untuk memperkuat tata kelola global atas pembiayaan kesehatan, yang akan diputuskan pada FMCBG bulan Oktober nanti.
G20 terus berkomitmen dalam membantu negara-negara miskin (low income countries) dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Setelah perpanjangan restrukturisasi utang melalui Debt Service Suspension Initiative (DSSI) dan implementasi restrukturisasi utang dalam kerangka Common Framework for Debt Treatments beyond the DSSI, G20 juga mendorong peningkatan dukungan pembiayaan oleh Bank Pembangunan Multilateral. Dalam periode April 2020 – Mei 2021, Bank Pembangunan Multilateral telah menyalurkan pembiayaan sebesar USD44,1 miliar bagi negara-negara miskin.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 sepakat untuk mendukung penerapan solusi berbasis konsensus yang terdiri dari dua pilar terkait kebijakan pajak ekonomi digital yang juga telah disepakati oleh 132 dari 139 negara atau yurisdiksi anggota OECD/G20 Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
Kesepakatan ini merupakan hal bersejarah yang akan mengubah platform atau arsitektur perpajakan internasional. Dengan kesepakatan ini, terkait pilar satu, negara pasar termasuk Indonesia akan berkesempatan mendapatkan alokasi hak pemajakan atas penghasilan global yang diterima perusahaan digital global atau multinasional terbesar dan yang paling menguntungkan. Selain itu, terkait pilar dua yang berfokus pada pajak minimum global untuk pemerataan dalam sistem perpajakan internasional, telah disepakati tarif pajak minimum global sebesar 15%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan dalam pidatonya, “Kesepakatan ini memperlihatkan kemampuan pendekatan multilateralisme dalam mengatasi tantangan global, khususnya terkait Base Erosion Profit Shifting (BEPS) serta persaingan tarif pajak yang tidak sehat (“race to the bottom”), dan diharapkan menghadirkan sistem perpajakan internasional yang lebih adil dan inklusif”.
Menkeu menambahkan, “Bagi Indonesia, kesepakatan yang dihasilkan dari upaya yang besar ini sangat penting. Hal ini selaras dengan reformasi perpajakan yang saat ini sedang dilakukan, khususnya di area perpajakan internasional, sebagaimana diusulkan di dalam RUU KUP”.
Untuk pemulihan ekonomi yang berdaya tahan, G20 mengingatkan pentingnya transformasi digital, investasi infrastruktur berkelanjutan (sustainable infrastructure), dan trasformasi hijau (green transformation). Pandemi telah mengakselerasi perkembangan ekonomi digital di berbagai bidang seperti pendidikan dan kesehatan dalam bentuk telemedicine, school from home, dan work from home. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan dalam pidatonya, “Kita harus terus mengakselerasi transformasi digital ini dengan meningatkan investasi dan menyusun kerangka regulasi dengan didukung upaya menjaga keamanan data masyarakat, serta kesamaan perlakuan (playing field). Akselerasi transformasi digital akan meningkatkan produktivitas, sehingga dapat menundukung percepatan pemulihan.”
Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 memiliki kesamaan pandangan bahwa penanganan perubahan iklim merupakan salah satu prioritas mendesak. Risiko iklim telah menjadi ancaman nyata bagi pertumbuhan dan kemakmuran global. G20 memberikan dukungan untuk dilakukannya eksplorasi opsi bauran kebijakan dalam mendorong pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance). Saat ini G20 Sustainable Finance Working Group sedang menyusun G20 Sustainable Finance Roadmap, yang akan mencakup lima fokus area: (i) pengembangan pasar dan pendanaan, (ii) akses terhadap informasi yang reliabel, (iii) asesmen dan pengelolaan risiko, (iv) me-leverage pendanaan publik dan sistem insentif; dan (v) cross-cutting elements.
Pandemi COVID-19 juga sekaligus menjadi ujian bagi stabilitas sistem keuangan. Financial Stability Board (FSB) menyampaikan laporan sementara mengenai pelajaran dari pandemi COVID-19 terkait stabilitas sistem keuangan. Berkat reformasi sektor keuangan pasca Global Finance Crisis 2008, secara umum sistem keuangan global memiliki daya tahan yang lebih baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa area yang memerlukan perhatian dan penyempurnaan. FSB akan menyampaikan laporan final pada FMCBG bulan Oktober.
Rahayu Puspasari
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Sekretariat Jenderal, Kementerian Keuangan
Home
» Ekonomi
» Pertemuan Menteri Keuangan G20 Sepakati Kerjasama Lebih Kuat untuk Menangani Pandemi Menyeluruh
Pertemuan Menteri Keuangan G20 Sepakati Kerjasama Lebih Kuat untuk Menangani Pandemi Menyeluruh

Berita terkait lainnya
Ekonomi