Foto Sumber fajar.co.id.
Jakarta, Jambiekspose.net -- A.N.S Kosasih Direktur Utama TASPEN dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR-RI menyatakan bahwa dalam mengelola program jaminan sosial ASN dan Pejabat Negara.
TASPEN mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU SJSN No 40/tahun 2004, UU ASN No.5/tahun 2015, dan UU RPJP No.17/tahun 2007 termasuk seluruh Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kementerian yang mendasari operasional TASPEN, di mana tidak satupun dari peraturan perundang-undangan tersebut menyebut adanya peleburan antar lembaga.
“Sepengetahuan saya TASPEN itu menginduk secara teknis kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian PAN-RB, serta secara kepemilikan berada di bawah Kementerian BUMN. ASABRI sedikit berbeda, yaitu secara teknis di bawah Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan serta secara kepemilikan pada Kementerian BUMN. Sedangkan untuk BPJS itu koordinasi teknisnya di bawah Kementerian Tenaga Kerja.”ujar Kosasih.
“Seluruh aturan, perundang-undangan dan model bisnisnya berbeda. Pesertanya pun sama sekali berbeda dan sumber pendanaannya juga sangat berbeda. Ada yang berasal dari APBN, ada yang dari dana ASN maupun TNI/POLRI, ada yang dari pekerja swasta dan pemberi kerja.
Jadi, saya rasa, untuk membahas soal TASPEN, ASABRI dan BPJSTK, hanya para stakeholders terkait yang berwenang memberikan komentar, bukan TASPEN, ASABRI maupun BPJS-TK karena kami ini sama-sama pengelola dana pensiun, bukan regulator.”
Menurut narasumber yang memahami masalah perundang-undangan, terkait UU BPJS No.24/tahun 2011 pasal 65 dan 66yang digunakan sebagai acuan banyak pihak terkait hal ini, dalam penjelasan pasal 66 dapat jelas dilihat bahwa tidak disebutkan sama sekali peleburan maupun penggabungan kelembagaan apapun, yang ada tertulis secara jelas.
“Program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun yang dialihkan dari PT ASABRI
(Persero) dan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun yang dialihkan dari PT TASPEN (Persero) adalah bagian program yang sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional”ucapnya.
Saat ditanya apa yang dimaksud dengan “bagian program yang sesuai dengan SJSN” tersebut Direktur Utama TASPEN menyampaikan “Hal ini bisa menimbulkan multi-interpretasi. Kalau kami lihat, Kementerian yang membawahi berbeda, programnya berbeda, sumber dananya berbeda, dan persertanya pun sama sekali berbeda. Jadi kami tidak bisa memberikan komentar yang dimaksud sebagai bagian program yang sesuai itu yang mana. Kami akan berkonsultasi ke Kementerian Keuangan, Kemenetrian PAN-RB dan Kementerian BUMN selaku stakeholders kami.” Tegas Kosasih.
“Mohon maaf kami tidak dapat berkomentar lebih jauh tentang hal ini karena hal ini seharusnya di luar kewenangan TASPEN, ASABRI maupun BPJS-TK selaku pengelola/operator untuk menginterpretasikan Undang-Undang. Itu adalah hak regulator.
Hal ini selaras dengan UU SJSN bahwa Program Jaminan Sosial diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara, yang membuka interperetasi bahwa program jaminan sosial bagi ASN tetap dikelola TASPEN.
Dalam Undang-Undang ASN, Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua sebagai hak dan penghargaan atas pengabdian PNS serta mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional yang selanjutnya diatur dalam PP tersendiri.
Hal ini berbeda dengan jaminan pensiun dan jaminan hari tua bagi swasta yang merupakan perlindungan dasar hidup bagi peserta dan/atau keluarganya.
Kosasih juga menyampaikan bahwa TASPEN akan terus fokus mengelola kesejahteraan ASN dan Pejabat Negara dengan menjamin keamanan dana investasi yang dikelola untuk memberikan manfaat secara maksimal kepada peserta. (Humas TASPEN/Inro).
Jakarta, Jambiekspose.net -- A.N.S Kosasih Direktur Utama TASPEN dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR-RI menyatakan bahwa dalam mengelola program jaminan sosial ASN dan Pejabat Negara.
TASPEN mengacu pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU SJSN No 40/tahun 2004, UU ASN No.5/tahun 2015, dan UU RPJP No.17/tahun 2007 termasuk seluruh Peraturan Pemerintah dan Peraturan Kementerian yang mendasari operasional TASPEN, di mana tidak satupun dari peraturan perundang-undangan tersebut menyebut adanya peleburan antar lembaga.
“Sepengetahuan saya TASPEN itu menginduk secara teknis kepada Kementerian Keuangan dan Kementerian PAN-RB, serta secara kepemilikan berada di bawah Kementerian BUMN. ASABRI sedikit berbeda, yaitu secara teknis di bawah Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan serta secara kepemilikan pada Kementerian BUMN. Sedangkan untuk BPJS itu koordinasi teknisnya di bawah Kementerian Tenaga Kerja.”ujar Kosasih.
“Seluruh aturan, perundang-undangan dan model bisnisnya berbeda. Pesertanya pun sama sekali berbeda dan sumber pendanaannya juga sangat berbeda. Ada yang berasal dari APBN, ada yang dari dana ASN maupun TNI/POLRI, ada yang dari pekerja swasta dan pemberi kerja.
Jadi, saya rasa, untuk membahas soal TASPEN, ASABRI dan BPJSTK, hanya para stakeholders terkait yang berwenang memberikan komentar, bukan TASPEN, ASABRI maupun BPJS-TK karena kami ini sama-sama pengelola dana pensiun, bukan regulator.”
Menurut narasumber yang memahami masalah perundang-undangan, terkait UU BPJS No.24/tahun 2011 pasal 65 dan 66yang digunakan sebagai acuan banyak pihak terkait hal ini, dalam penjelasan pasal 66 dapat jelas dilihat bahwa tidak disebutkan sama sekali peleburan maupun penggabungan kelembagaan apapun, yang ada tertulis secara jelas.
“Program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan program pembayaran pensiun yang dialihkan dari PT ASABRI
(Persero) dan program tabungan hari tua dan program pembayaran pensiun yang dialihkan dari PT TASPEN (Persero) adalah bagian program yang sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional”ucapnya.
Saat ditanya apa yang dimaksud dengan “bagian program yang sesuai dengan SJSN” tersebut Direktur Utama TASPEN menyampaikan “Hal ini bisa menimbulkan multi-interpretasi. Kalau kami lihat, Kementerian yang membawahi berbeda, programnya berbeda, sumber dananya berbeda, dan persertanya pun sama sekali berbeda. Jadi kami tidak bisa memberikan komentar yang dimaksud sebagai bagian program yang sesuai itu yang mana. Kami akan berkonsultasi ke Kementerian Keuangan, Kemenetrian PAN-RB dan Kementerian BUMN selaku stakeholders kami.” Tegas Kosasih.
“Mohon maaf kami tidak dapat berkomentar lebih jauh tentang hal ini karena hal ini seharusnya di luar kewenangan TASPEN, ASABRI maupun BPJS-TK selaku pengelola/operator untuk menginterpretasikan Undang-Undang. Itu adalah hak regulator.
Hal ini selaras dengan UU SJSN bahwa Program Jaminan Sosial diselenggarakan oleh beberapa badan penyelenggara, yang membuka interperetasi bahwa program jaminan sosial bagi ASN tetap dikelola TASPEN.
Dalam Undang-Undang ASN, Jaminan Pensiun dan Jaminan Hari Tua PNS diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua sebagai hak dan penghargaan atas pengabdian PNS serta mencakup jaminan pensiun dan jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional yang selanjutnya diatur dalam PP tersendiri.
Hal ini berbeda dengan jaminan pensiun dan jaminan hari tua bagi swasta yang merupakan perlindungan dasar hidup bagi peserta dan/atau keluarganya.
Kosasih juga menyampaikan bahwa TASPEN akan terus fokus mengelola kesejahteraan ASN dan Pejabat Negara dengan menjamin keamanan dana investasi yang dikelola untuk memberikan manfaat secara maksimal kepada peserta. (Humas TASPEN/Inro).